ORIENTASI NILAI BUDAYA
Kluckhohn
dalam Pelly (1994) mengemukakan
bahwa nilai budaya merupakan sebuah
konsep beruanglingkup luas yang hidup dalam
alam fikiran sebahagian besar warga suatu masyarakat, mengenai apa yang paling
berharga dalam hidup. Rangkaian konsep itu satu sama lain saling berkaitan dan
merupakan sebuah sistem nilai – nilai budaya.
Secara
fungsional sistem nilai ini mendorong
individu untuk berperilaku seperti apa yang
ditentukan. Mereka percaya, bahwa hanya
dengan berperilaku seperti itu mereka akan berhasil (Kahl, dalam
Pelly:1994). Sistem nilai itu menjadi pedoman yang melekat erat secara
emosional pada diri seseorang atau sekumpulan orang, malah merupakan tujuan
hidup yang diperjuangkan. Oleh karena itu, merubah sistem nilai manusia
tidaklah mudah, dibutuhkan waktu. Sebab,nilai–nilai tersebut merupakan wujud
ideal dari lingkungan sosialnya. Dapat pula dikatakan
bahwa sistem nilai budaya suatu
masyarakat merupakan wujud
konsepsional dari kebudayaan mereka, yang seolah – olah berada
diluar dan di atas para individu warga masyarakat itu.
Ada lima masalah pokok
kehidupan manusia dalam setiap kebudayaan yang dapat ditemukan secara
universal. Menurut Kluckhohn dalam Pelly (1994) kelima masalah pokok tersebut
adalah:
(1) masalah hakekat
hidup,
(2) hakekat kerja atau
karya manusia,
(3) hakekat kedudukan
manusia dalam ruang dan waktu,
(4) hakekat hubungan
manusia dengan alam sekitar,
dan (5) hakekat dari
hubungan manusia dengan manusia sesamanya.
Berbagai
kebudayaan mengkonsepsikan masalah
universal ini dengan berbagai variasi
yang berbeda – beda.
Seperti masalah pertama, yaitu mengenai hakekat hidup manusia. Dalam
banyak kebudayaan yang dipengaruhi oleh agama Budha misalnya, menganggap hidup
itu buruk dan menyedihkan. Oleh karena itu pola kehidupan masyarakatnya
berusaha untuk memadamkan hidup itu guna mendapatkan
nirwana, dan mengenyampingkan
segala tindakan yang dapat menambah
rangkaian hidup kembali (samsara) (Koentjaraningrat, 1986:10). Pandangan
seperti ini sangat mempengaruhi wawasan dan makna
kehidupan itu secara keseluruhan. Sebaliknya banyak kebudayaan yang
berpendapat bahwa hidup itu baik. Tentu konsep – konsep kebudayaan yang berbeda
ini berpengaruh pula pada sikap dan wawasan mereka. hidup ini adalah tentang
memilih untuk menggunakan hidupmu untuk menyentuh hidup orang lain dengan cara
yang tak bisa digantikan dengan cara yang lain. Hidup adalah penuh tentang
pilihan. Jadi hakikat hidup bisa diuraikan seperti berikut :
a.
Makhluk yang memiliki tenaga dalam yang dapat menggerakkan hidupnya untuk
memenuhi kebutuhan-kebutuhannya.
b.
Individu yang memiliki sifat rasional yang bertanggung jawab atas tingkah laku
intelektual dan sosial. yang mampu mengarahkan dirinya ke tujuan yang positif
mampu mengatur dan mengontrol dirinya dan mampu menentukan nasibnya.
c.
Makhluk yang dalam proses menjadi berkembang dan terus berkembang tidak pernah
selesai (tuntas) selama hidupnya.
d.
Individu yang dalam hidupnya selalu melibatkan dirinya dalam usaha untuk
mewujudkan dirinya sendiri, membantu orang lain dan membuat dunia lebih baik
untuk ditempati Suatu keberadaan yang berpotensi yang perwujudanya merupakan
ketakterdugaan dengan potensi yang tak terbatas
e.
Makhluk Tuhan yang berarti ia adalah makhluk yang mengandung kemungkinan baik
dan jahat.
Masalah kedua
mengenai hakekat kerja atau karya dalam kehidupan. Ada kebudayaan yang
memandang bahwa kerja itu sebagai usaha untuk kelangsungan hidup (survive)
semata. Kelompok ini kurang tertarik kepada kerja keras. Akan tetapi ada juga
yang menganggap kerja untuk mendapatkan status, jabatan dan kehormatan. Namun,
ada yang berpendapat bahwa kerja untuk mempertinggi prestasi. Mereka ini
berorientasi kepada prestasi bukan kepada status. ada orang yang
menganggap karya itu sebagai status, tetapi ada juga yang menganggap karya itu
sebagai fungsi
Masalah ketiga
mengenai orientasi manusia terhadap waktu. Ada budaya yang memandang penting
masa lampau, tetapi ada yang melihat masa kini sebagai focus usaha dalam
perjuangannya. Sebaliknya ada yang jauh melihat kedepan. Pandangan yang berbeda
dalam dimensi waktu ini sangat mempengaruhi perencanaan hidup masyarakatnya.
Masalah keempat
berkaitan dengan kedudukan fungsional manusia terhadap alam. Ada yang percaya
bahwa alam itu dahsyat dan mengenai kehidupan manusia. Sebaliknya ada yang
menganggap alam sebagai anugerah Tuhan Yang Maha Esa untuk dikuasai manusia.
Akan tetapi, ada juga kebudayaan ingin mencari harmoni dan keselarasan dengan
alam. Cara pandang ini akan berpengaruh terhadap pola aktivitas masyarakatnya.
Masalah kelima
menyangkut hubungan antar manusia. Dalam banyak kebudayaan hubungan ini tampak
dalam bentuk orientasi berfikir, cara bermusyawarah, mengambil keputusan dan
bertindak. Kebudayaan yang menekankan hubungan horizontal (koleteral) antar
individu, cenderung untuk mementingkan hak azasi, kemerdekaan dan kemandirian
seperti terlihat dalam masyarakat – masyarakat eligaterian. Sebaliknya
kebudayaan yang menekankan hubungan vertical cenderung untuk mengembangkan
orientasi keatas (kepada senioritas, penguasa atau pemimpin). Orientasi ini
banyak terdapat dalam masyarakat paternalistic (kebapaan). Tentu saja pandangan
ini sangat mempengaruhi proses dinamika dan mobilitas social masyarakatnya.
Inti permasalahan
disini seperti yang dikemukakan oleh Manan dalam Pelly (1994) adalah siapa yang
harus mengambil keputusan. Sebaiknya dalam system hubungan vertical keputusan
dibuat oleh atasan (senior) untuk semua orang. Tetapi dalam
masyarakat yang mementingkan kemandirian
individual, maka keputusan dibuat dan diarahkan kepada masing –
masing individu.
Pola orientasi nilai
budaya yang hitam putih tersebut di atas merupakan pola yang ideal untuk masing
– masing pihak.
Agar lebih mudah di mengerti kita uraikan
menggunakan contoh :
1. Masalah mengenai
hakikat dari hidup manusia (HK).
a.
Hidup itu buruk.
Hidup itu ditanggapi
oleh manusia sebagai hal yang buruk jika manusia tersebut mengalami kesulitan
atau kegagalan dalam hidupnya dan berpendapat bahwa hidup itu negatif.
Sebagai contoh, di
Amerika terdapat suku Indian yang memiliki paham bahwa setiap bayi yang lahir
itu adalah suatu kesialan. Dan jika ada orang yang mati, itu merupakan suatu
hal yang menggembirakan. Hal tersebut terjadi karena mereka berpendapat bahwa
bayi yang lahir tersebut nantinya hanya akan mendapat kesulitan dan
kesengsaraan dalam menjalani hidup di dunia. Mereka juga berpendapat bahwa yang
mati akan bahagia hidup di alam sana karena telah terbebas dari masalah –
masalah dalam hidup. Sehingga ketika ada bayi lahir, mereka menyambutnya
seperti pemakaman. Sedangkan ketika ada kematian, mereka merayakannya seperti
pesta.
b.
Hidup itu baik.
Hidup itu sebagai suatu
hal yang baik jika kita beranggapan bahwa hidup merupakan suatu anugerah dari
Tuhan dan merupakan hal yang berdampak positif.
Sebagai contoh, seorang
yang sukses di dunia pasti beranggapan bahwa hidup di dunia merupakan anugerah
dari Tuhan karena bisa menikmati hidup serta sukses di dunia.
c.
Hidup itu buruk tetapi manusia wajib berikhtiar supaya hidup itu menjadi baik.
Sebagai contoh, seorang
yang kurang mampu dan serba kekurangan, pasti akan beranggapan bahwa hidup itu
buruk karena banyak mengalami kesulitan. Namun, orang yang memiliki agama pasti
beranggapan bahwa hidup memang buruk tetapi akan menjadi lebih baik apabila
kita berikhtiar. Sehingga, untuk mencapai suatu hidup yang lebih baik tersebut,
manusia perlu berikhtiar untuk mencapai kesuksesan dan kemudahan dalam hidup.
2. Masalah mengenai
hakikat dari karya manusia (MK).
a.
Karya itu nafkah hidup.
Sebagai contoh, seorang
pencipta lagu yang membuat berbagai lagu untuk penyanyi lain. Orang lain pasti
beranggapan bahwa karya hasil ciptaannya yang berupa lagu untuk penyanyi baru
tersebut adalah hal yang membuat penyanyi tersebut tenar. Namun, sebenarnya di
sisi lain seorang pencipta lagu beranggapan bahwa karyanya itu dibuat untuk
orang lain agar mendapat royalti atau pendapatan dari penyanyi baru tersebut.
Jadi, sebuah karya diciptakan untuk menafkahi hidup sang pembuat karya
tersebut.
b.
Karya itu untuk kedudukan, kehormatan, dsb.
Sebagai contoh, Bill
Gates membuat sebuah karya berupa Operating System yang diproduksi oleh
perusahaannya yaitu Microsoft. Ia membuat karya tersebut awalnya bukan karena
ingin menjadi orang yang nantinya kaya raya. Namun, ia membuat karya tersebut agar
mendapat penghargaan dan kehormatan atas karyanya yang mampu memperlancar
segala kegiatan IT dan memotivasi orang lain untuk berkarya kreatif seperti
dirinya, sehingga ia mampu menjadi Presiden Microsoft. Jadi, karya itu dianggap
sebagai alat untuk mendapat kehormatan atau kedudukan yang lebih tinggi.
c.
Karya itu untuk menambah karya.
Sebagai contoh, seorang
penyair atau pembuat puisi membuat puisi tersebut selain untuk berkarya, juga
untuk menambah karya – karyanya yang dulu sudah ada agar bertambah banyak dan
menjadi terkenal karena puisinya yang banyak.
Contoh yang lain yaitu
seorang pencipta lagu keroncong. Ia membuat karyanya itu bukan untuk
mendapatkan uang, tetapi lebih kepada untuk menambah lagu keroncong Indonesia
yang sudah jarang ada dan untuk melestarikan budaya keroncong.
3. Masalah mengenai
hakikat dari kehidupan manusia dalam ruang waktu (MW).
a.
Orientasi ke masa kini.
Sebagai contoh, orang –
orang kaya yang tingkat konsumsinya tinggi hanya berpikir untuk masa kini.
Mereka membeli sesuatu hanya untuk digunakan atau hura – hura di masa sekarang.
Mereka tidak berpikir untuk kedepannya dan apakah kekayaan mereka bisa untuk
mencukupi kebutuhannya di masa yang akan datang. Biasanya orang yang berpikir
seperti itu selalu kesusahan di masa mendatang.
b.
Orientasi ke masa lalu.
Sebagai contoh, orang –
orang yang sudah tua dan selalu berpikir dengan cara yang dulu. Mereka selau
mengingat masa lalu mereka dan tidak melihat ke depan. Jika dihadapi dengan
persoalan mengenai masa kini atau masa depan, mereka selalu kesulitan. Biasanya
orang yang berpikir seperti ini memiliki sifat keras kepala.
c.
Orientasi ke masa depan.
Sebagai contoh, orang –
orang yang sukses selalu berpikir untuk masa depan hidup mereka. Namun, mereka
juga belajar dari masa lalu mereka untuk mendapatkan kemudahan di masa
depannya. Biasanya orang yang berpikir seperti ini selalu merencanakan segala
sesuatunya dengan baik dan teratur. Orang – orang yang seperti ini selalu
mendapat kesuksesan di masa yang akan datang walaupun dalam prosesnya sering
mendapat kesusahan.
4. Masalah mengenai
hakikat dari hubungan manusia dengan alam sekitarnya (MA).
a.
Manusia tunduk kepada alam yang dahsyat.
Sebagai contoh, BBM
yang merupakan bahan bakar minyak. Manusia di dunia sebagian besar menggunakan
kendaraan yang berbahan bakar BBM. Jika alam tidak menyediakan bahan untuk
membuat BBM, maka manusia akan kesulitan dan akhirnya tak berdaya karena
kehendak alam.
Contoh lain adalah
bencana alam. Sehebat – hebatnya manusia dalam membuat bangunan, pasti bangunan
tersebut akan runtuh juga oleh bencana alam dan membuat manusia menjadi tak
berdaya. Ia membuktikan bahwa manusia masih tunduk kepada alam yang dahsyat.
b.
Manusia menjaga keselarasan dengan alam.
Sebagai contoh,
penghargaan Adipura atau Kalpataru merupakan contoh usaha manusia untuk menjaga
keselarasan dengan alam melalui penghargaan bagi daerah yang bisa menjaga alam
agar tetap bersih dan sehat.
Contoh lain adalah
PROKASIH (Program Kali Bersih). Ini merupakan contoh dari pemerintah yang masih
peduli terhadap kelestarian lingkungan agar tetap terjaga dari hal – hal buruk.
c.
Manusia berusaha menguasai alam.
Sebagai contoh, para
penebang hutan liar di Kalimantan berusaha memanfaatkan alam untuk kepentingan
mereka sendiri. Mereka tidak memikirkan akibat yang akan ditimbulkan dari
kegiatan ilegal mereka tersebut seperti terjadinya bencana alam.
Contoh lain adalah para
pemburu binatang untuk diawetkan. Mereka tidak berpikir bahwa binatang jika
diburu akan dapat merusak habitat dan ekosistem lingkungan alam. Mereka hanya
berpikir jika mereka mendapatkan binatang untuk diawetkan, mereka akan
mendapatkan uang banyak.
5. Masalah mengenai
hakikat dari hubungan manusia dengan sesamanya (MM).
a. Orientasi
kolateral (horizontal), rasa ketergantungan kepada sesamanya (berjiwa
gotong royong).
Manusia sejak lahir
memiliki rasa untuk ingin hidup bersama dengan yang lain. Manusia tidak dapat
hidup tanpa adanya bantuan dari orang lain. Maka dari itu, manusia sangat
bergantung pada manusia yang lain sehingga saling membantu antara satu dengan
yang lain.
Contohnya adalah
bertetangga. Dalam bertetangga kita pasti menjalin hubungan untuk saling
membantu atau gotong royong. Suatu keluarga tanpa adanya tetangga dalam
daerahnya, maka akan kesulitan dalam menjalani hidup. Jadi, manusia itu sejak
lahir memiliki rasa ketergantungan terhadap sesamanya.
b.
Orientasi vertikal, rasa ketergantungan kepada tokoh – tokoh atasan dan
berpangkat.
Seseorang dalam hidup
pasti membutuhkan orang atau tokoh atasannya untuk membantunya dalam mengatasi
permasalah hidup.
Sebagai contoh, seorang
siswa SMA tidak akan bisa lulus Ujian Nasional tanpa adanya bantuan bimbingan
dari tokoh atasannya yaitu gurunya. Jika guru tersebut tidak memberikan
bimbingan kepadanya, maka murid tersebut akan kesulitan dalam menghadapi Ujian
Nasional dan akhirnya tidak lulus. Jadi, manusia selain tergantung pada
sesamanya yang sederajat, juga tergantung pada manusia yang lebih tinggi
derajatnya.
c.
Individualisme menilai tinggi usaha atas kekuatan sendiri.
Sebagai contoh, seorang
pebulutangkis yang bermain tunggal akan menganggap bahwa kemenangan dia merupakan
hasil jerih payahnya yang membuktikan dirinya lebih bagus dari pebulutangkis
yang lain. Dia menganggap bahwa dirinya tak perlu bantuan orang lain untuk
bermain ganda agar menang. Sikap ini sering kali menimbulkan rasa sombong yang
akhirnya membuat orang lain tidak suka terhadap sikapnya tersebut.
Sumber :
0 komentar:
Posting Komentar